Apa Itu Buzzer? Ini Cara Mengenalinya Agar Tidak Tertipu! – Sebagai orang yang berkecimpung di dunia internet sejak 2010, saya sudah sangat lama mengenal istilah “buzzer”. Yang mana pada awalnya, istilah ini sebenarnya biasa-biasa saja. Hingga dalam beberapa tahun terakhir, buzzer atau orang yang dicurigai merupakan seorang buzzer dianggap sangat hina dan patut dicaci-maki.
Saya tidak bisa menyalahkan, karena sebagian besar dari mereka memang sehina itu. Iya, sebagian besar! Tergantung dari maksud dan tujuan dari si buzzer itu.
Oke, sekarang kita masuk ke poin utama. Di sini saya akan membahas tentang apa itu buzzer, lalu apa fungsi buzzer, disusul dengan bahasan tentang sejak kapan buzzer dianggap sebagai profesi hina, dan yang terakhir adalah bagaimana cara mengenali ciri-ciri buzzer.
1. Apa Itu Buzzer & Fungsinya?
Sejauh yang saya tau, buzzer adalah sebuah kegiatan, atau sekarang dijadikan sebagai profesi, untuk mempromosikan sesuatu. Iya, pada dasarnya buzzer ini hanya berfungsi untuk mempromosikan, dan menaikkan brand awareness dari suatu produk.
Misal nih, ada satu brand yang baru saja meluncurkan produk laptop terbaru mereka yang super canggih. Tapi mau secanggih apapun laptop itu, pasti nggak bakalan laris dong kalau nggak ada orang yang menyadari eksistensi dari laptop tersebut?
Maka, supaya masyarakat mulai menyadari tentang kehadiran laptop canggih tersebut, terkadang si brand pembuatnya akan menyewa sekelompok orang untuk membuat posting di social media secara serempak, yang membahas tentang fitur dan keunggulan dari laptop barunya yang canggih tersebut. Yap, sekelompok orang itulah yang disebut sebagai buzzer. Dan dulu, rasanya tidak ada orang yang mempermasalahkan soal buzzer tersebut.
Hingga suatu ketika, buzzer mulai dianggap meresahkan karena sudah mengarah pada hal negatif, yaitu untuk memecah belah masyarakat demi meraih kekuasaan.
2. Sejak Kapan Buzzer Dianggap Hina?
Sebelum melanjutkan, saya ingin mengingatkan bahwa gambar-gambar yang akan saya sertakan di bawah nanti akan mengandung “timpa text” dan lokasi kejadian akan disamarkan. Jadi, gunakan nalar kalian ya! Ini sekalian sebagai latihan agar kalian tidak polos-polos amat di internet.
Sejauh yang saya amati, aktivitas buzzer mulai dianggap hina oleh masyarakat ketika pemilihan Gubernur Dressrosa yang terjadi di 2017 mulai memanas. Dan bahkan menjadi perdebatan di seluruh negri. Di titik ini, aroma untuk memecah belah sangat terasa sekali.
Namun pemanfaatan buzzer untuk kepentingan kekuasaan sebenarnya sudah dimulai jauh sebelum itu, yakni menjelang pemilihan Gubernur Dressrosa di tahun 2012.
Saat itu, sekelompok “relawan” buzzer terus menggaungkan hal-hal positif tentang salah satu calon Gubernur yang berperawakan kurus, rambut klimis, dan suka berbohong. Tentu saja di sini saya bicara tentang sosok terkenal di dunia dan di akhirat, yang tak lain adalah Condoriano.
Para relawan tersebut bahkan tak segan untuk membully siapapun yang berani menentang atau sekadar mengkritik sosok Condoriano yang mereka agung-agungkan itu. Yang mana, para relawan tersebut tergabung dalam suatu organisasi.

Selain itu, buzzer-buzzer tersebut juga seringkali melakukan fitnah, menyebar kabar-kabar palsu termasuk soal prestasi palsu, membuat narasi-narasi kebencian, yang kemudian membuat masyarakat jadi terpecah belah. Ya, dari sinilah awal mula munculnya bibit-bibit perpecahan dan kebencian antara satu pendukung dengan yang lain.
Intinya, buzzer-buzzer ini menjadi corong propaganda, untuk meyakinkan masyarakat awam bahwa Condoriano adalah pihak yang paling benar (atau bahkan tidak pernah salah), dan Condoriano merupakan sosok yang penuh prestasi. Narasi-narasi serta foto-foto yang disebarkan pun mengarah pada usaha “pengkultusan” sosok Condoriano dengan menjadikannya sebagai idola tanpa celah.
Walaupun kenyataannya, Condorianio sendiri hanya memiliki bakat sebagai foto model, atau pembawa acara kuis untuk anak SD.
Nah, oleh karena semakin banyak masyarakat yang mulai menyadarinya, ditambah dengan bukti-bukti bahwa mereka sering menyebarkan kabar palsu (yang baru disadari secara meluas pada 2017), maka dari sinilah aktivitas buzzing (buzzer) mulai dianggap hina. Puncaknya adalah di tahun 2019, di mana jumlah buzzer terlihat semakin meningkat dan semakin terstruktur.
Saya pribadi baru menyadari dan mulai menganggap relawan buzzer itu sebagai orang-orang yang hina menjelang pencalonan Condoriano sebagai Presiden negri Wano di tahun 2014. Dan ketika ia berhasil menang, relawan tersebut lalu beralih fokus untuk mempropagandakan Arlong di tahun 2017. Di mana Arlong sendiri merupakan mantan Wakil dari Condoriano.
3. Cara Mengenali Ciri Buzzer di Socmed
Kalau kita cukup jeli, sebenarnya cukup mudah mengenali ciri buzzer di social media. Khususnya para buzzer yang berada di bawah pemerintahan Gorosei. Tapi sebelum lanjut, perlu diketahui bahwa secara garis besar, ada tiga jenis buzzer. Pertama adalah buzzer bermodal “akun ternakan”, kedua adalah “KOL”. Yang mana kedua jenis buzzer ini akan bersinergi untuk memanipulasi pikiran orang terhadap suatu pendapat.
Lalu yang ketiga adalah buzzer “musiman”. Yaitu akun social media yang sebenarnya digunakan untuk kepentingan pribadi, tapi kemudian menerima job untuk jadi buzzer untuk topik-topik yang sedang panas.
Sebenarnya ada satu lagi, yaitu buzzer sukarela. Biasanya buzzer sukarela ini adalah akun pribadi yang ingin menyebarkan informasi yang mereka anggap benar. Tak jarang juga, mereka melakukan posting banyak hal demi melawan buzzer-buzzer bayaran, atau mengedukasi masyarakat agar mengerti tentang apa yang terjadi di balik panasnya situasi.
Nah yang statusnya HINA itu adalah tipe buzzer 1, 2, dan 3 tadi. Sedangkan buzzer sukarela, mereka hanya membela apa yang mereka anggap benar. Terlepas apakah mereka ada di pihak yang benar atau salah.
Akun ternakan di sini maksudnya adalah sekumpulan akun-akun palsu yang jumlahnya sangat banyak. Biasanya satu orang bisa menghandle banyak akun palsu sekaligus. Sedangkan KOL adalah singkatan dari “Key Opinion Leader”. Sederhananya, KOL ini merupakan tokoh-tokoh yang biasanya punya banyak followers, atau tokoh yang sudah terkenal. Lalu, bagaimana mereka bersinergi?
Sebagai contoh, anggaplah ada satu isu besar yang sedang muncul ke permukaan dan jadi bahan perbincangan. Misalnya, Admiral Akainu membuat kebijakan yang dianggap merampas hak-hak masyarakat di kalangan pekerja.
Nah, ketika protes mulai bermunculan, di sinilah buzzer mulai bekerja. Beberapa KOL akan dikerahkan untuk melemparkan opini ke publik (bisa berupa video atau status di socmed), yang menyampaikan seolah-olah apa yang jadi keputusan Admiral Akainu adalah hal yang baik dan patut kita dukung bersama.
Oleh karena KOL merupakan tokoh terkenal dan punya banyak followers, tentu opini yang dilempar tersebut akan memancing banyak sekali komentar. Selanjutnya adalah tugas dari buzzer akun ternakan yang bekerja untuk membuat masyarakat berpikir bahwa apa yang disampaikan oleh KOL adalah sebuah kebenaran.
Caranya adalah dengan memberikan banyak sekali komentar dukungan (dengan akun yang berbeda-beda), dan tak jarang mereka jugalah yang akan “melawan” pendapat yang tidak sejalan. Dan oleh karena jumlahnya (akun ternakan yang membela KOL) sangat banyak, orang awam pasti akan mulai berpikir bahwa apa yang disampaikan oleh KOL itu adalah sebuah kebenaran. Begitulah cara mereka memanipulasi pendapat orang lain. Karena di luaran sana masih banyak orang yang menganut sistem “ikut yang banyak aja”.
Sekarang, mari kita bahas cara mengenali apakah orang tersebut adalah buzzer bayaran atau bukan.
1. Lihat Akun & Profilnya
Mengenali buzzer berjenis akun ternakan sangatlah mudah. Oleh karena mereka bukanlah akun asli, maka biasanya followers mereka sangat sedikit, atau bahkan nol. Kalaupun ada, biasanya yang menjadi followers mereka hanyalah akun-akun ternakan lain yang saling follow.
Dari sisi username, terkadang mereka akan menggunakan nama random yang mengandung angka-angka tidak jelas. Ini dikarenakan si pembuatnya tak mau ambil pusing tentang nama. Yang penting jadi dan bisa digunakan sebagai “pasukan” yang siap membully junjungannya. Atau, bisa juga akun buzzer seperti ini akan menggunakan nama ataupun foto yang mengandung unsur provokasi maupun bersifat ejekan. Misalnya semacam “Luffy Antek Asing”, “Chopper Dokter Palsu”, dan semacamnya.
Ada juga yang menggunakan username yang bersifat “sipaling-paling”. Misal “Bellamy Pembela Persatuan”, atau “Pica Cinta Negri Wano”.
Dari sisi foto profil, terkadang mereka akan mencomot foto orang lain untuk dijadikan foto profilnya. Atau kadang juga mereka akan menggunakan lambang, logo, ataupun bendera yang berkaitan dengan negeri Wano.
Lalu jika melihat profil lebih dalam, rata-rata posting yang dipublikasikan adalah tentang “kebaikan”, “pencitraan”, atau “prestasi” (walau bisa jadi prestasi palsu) dari junjungannya. Selain itu, mereka juga akan mempublikasikan posting yang menjelek-jelekkan lawan / saingan dari junjungannya, atau biasa kita sebut sebagai “black campaign”. Black campaign yang dilakukan sendiri seringnya merupakan fitnah atau sekadar opini tak berdasar, yang buktinya sangat lemah.
2. Perhatikan Narasinya
Kamu tau kenapa di Twitter para buzzer sulit untuk bekerja dengan efektif? Bukan karena pengguna Twitter itu “si paling pintar”, tapi karena di Twitter sangat mudah membedakan antara akun buzzer dengan akun orang normal.
Biasanya, para buzzer akun ternakan akan diberikan brief template narasi yang akan digunakan dan diposting oleh semua akun ternakan tersebut. Nah, dengan memanfaatkan fitur “search” di Twitter, lalu mencari kata-kata yang ada dalam narasi mereka, maka akan muncul semua akun buzzer yang mempublikasikan postingan template yang sama persis satu sama lain.
Khusus untuk buzzer musiman, terkadang posting yang dipublikasikan akan berbeda-beda antara satu buzzer dengan yang lain. Hanya saja, “nada” narasinya akan mirip-mirip satu sama lain, sesuai dengan brief yang diberikan.
Tapi walau ada “improvisasi” seperti ini, biasanya narasi dari para buzzer tetaplah tercium amis. Yang mana nada tulisannya sangat terasa kesan memaksakan, dan sangat terasa bahwa narasi yang disampaikan itu adalah pesanan. Susah sih jelasinnya, tapi yang jelas, mereka yang sudah sering terpapar postingan buzzer biasanya akan bisa membedakannya.
Selain itu, Twitter adalah platform yang dulunya menjadi battleground para buzzer di masa-masa awal. Makanya pengguna Twitter yang sudah lama sangat hafal dengan pola dan narasi mereka. Sehingga tanpa harus cek ini dan itu sekalipun, biasanya pengguna Twitter akan mengetahui apakah akun tersebut hanyalah buzzer ternakan atau murni perseorangan (buzzer sukarela).
3. Membelokkan Topik & Mengolok-olok
Kebiasaan ini umumnya hanya dilakukan oleh buzzer akun ternakan, atau buzzer sukarela yang memang tidak paham tentang apa yang sebenarnya menjadi permasalahan utama.
Contoh, ketika mereka merasa “kalah debat”, maka mereka akan menggiring untuk beralih ke topik lain (walau masih ada sedikit kaitannya) untuk memecah fokus.
Intinya adalah tidak ingin mengakui bahwa mereka memang salah. Lalu memecah fokus dan mencari celah pembenaran. Contoh, ada banyak video beredar soal ibu yang berkata kasar saat ikut demo. Niat ibu itu mungkin baik, tapi cara penyampaiannya yang kurang tepat.
Maka, buzzer akan memecah fokus dengan mempermasalahkan bahasa penyampaian yang kasar tadi. Lalu menggiring opini untuk membuat kesan bahwa ibu itu BUKAN ORANG BAIK. Yang kemudian membuat orang terpancing untuk mempermasalahkan hal yang tidak perlu, yaitu soal kata-kata kasar yang dilontarkannya.
Tak sampai di situ. Beberapa waktu kemudian ada SATU video yang dicurigai sebagai hasil AI, untuk memfitnah ibu tersebut.
Ketika banyak yang sadar bahwa SATU video spesifik tadi adalah hasil AI, maka buzzer akan memecah fokus (lagi). Caranya? Yaitu dengan membuat sanggahan yang menyangkal bahwa SATU video tadi adalah AI. Tapi bukannya membahas tentang SATU video spesifik tadi, ia malah mengalihkan fokus dengan menunjukkan berbagai video lain yang MEMANG ASLI.
Padahal semua orang juga tau kalau video yang lain itu asli, dan yang AI cuma SATU video spesifik saja. Hasilnya? Orang-orang akan lebih fokus memperdebatkan soal keaslian video, sampai melupakan pesan yang ingin disampaikan dalam demo.
Lebih lanjut, jika buzzer merasa sudah benar-benar buntu dan tidak bisa melawan lagi dengan argumen yang waras, terkadang mereka akan “menyerang personal” dan atau melontarkan olok-olokan layaknya anak TK. Menyerang personal di sini misal menghina fisik, keyakinan, atau hal-hal yang sama sekali tidak berkaitan dengan topik.
4. Melontarkan Tuduhan Tak Bedasar
Selain poin nomor 2 di atas, mau tau lagi nggak, kenapa buzzer seringkali kalah debat di Twitter? Karena di Twitter, kita bisa leluasa untuk mengetik komentar dengan menyertakan link berita, atau foto maupun screenshot yang bisa digunakan sebagai bukti untuk memperkuat argumen. Bahkan jika perlu, kita bisa dengan mudah meng-upload video dalam satu rangkaian diskusi yang tidak terputus.
Sehingga, kita bisa lebih mudah untuk membedakan mana pihak yang benar, dan mana pihak yang salah dengan menyimak rangkaian diskusi tersebut. Walau tentu masih dibutuhkan nalar dan pikiran yang waras.
Inilah juga kenapa di platform lain, khususnya yang berbasis video pendek, sangat sulit untuk membedakan mana argumen yang valid, mana yang buzzer dan mana yang asal bunyi. Itu karena, pihak yang benar tidak bisa memberikan bukti-bukti berupa foto, video, ataupun link, dalam satu rangkaian diskusi di komentar.
Maka pesan saya, waspadalah dengan platform-platform socmed yang seperti itu. Itulah juga yang menjadi alasan kenapa saat ini banyak sekali buzzer yang senantiasa bebas menyebar kabar palsu alias hoax pada platform berbasis video pendek.
Nah, kalaupun ternyata kita berhasil “menang debat”, kata-kata seperti “tidak nasionalis”, “tidak cinta negri wano”, atau “antek oseng” akan mereka lontarkan sebagai perlawanan terakhir. Framing-framing murahan seperti itu biasa digunakan oleh buzzer untuk menggetarkan mental. Dengan tujuan agar kita berpikir ulang dan meragukan opini yang sedang kita pertahankan.
Atau kalaupun tidak berefek pada kita, efeknya mungkin akan dirasakan oleh orang yang membaca atau menyimak perdebatan. Membuat seolah-olah si buzzer lah yang paling nasionalis dan paling cinta negri wano. Padahal? Demi uang yang tak seberapa saja mereka rela memecah belah masyarakat. Nasionalis darimane?
Akhir Kata …
Buzzer bayaran akan bekerja menjilati mereka yang membayar. Sedangkan buzzer sukarela akan bekerja untuk mengedukasi apa yang mereka anggap benar. Sama-sama buzzer, tapi mereka tidak sama.
Sudah saatnya kita lebih pintar. Saringlah informasi secara teliti agar tidak termakan oleh omongan buzzer bayaran. Cek faktanya sebelum percaya. Tapi begitu mereka membelokkan topik atau melontarkan tuduhan tak berdasar, di situlah kita harusnya tau, bahwa buzzer tersebut membela pihak yang salah.
Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan beberapa pesan. Pilih pemimpin karena kompetensinya, bukan popularitasnya. Karena yang kita butuhkan adalah sosok pemimpin, bukan sosok idola.
Jangan percaya 100% dan setia pada tokoh, tapi setialah pada ide dan gagasan yang kita anggap benar. Karena tokoh hanya manusia, dan manusia bisa berubah. Sementara ide dan gagasan akan tetap sama. Jangan hanya karena kita percaya 100% pada seorang tokoh, kita jadi menganggap bahwa ia selalu benar. Jangan lihat siapa yang bicara, tapi apa yang ia bicarakan.
Bisa jadi seorang tokoh yang sangat kamu benci, ternyata membawa ide dan pesan kebenaran. Hari ini mungkin tokoh idolamu berdiri di pihak yang benar. Tapi besok? Tidak ada yang tau.