Pengalaman Menggunakan ZTE nubia A56 Setelah 1 Bulan – Saat itu hp istri saya rusak dan sepertinya sudah tidak bisa menunggu lama dan tidak tertolong lagi. Karena belum ada budget untuk beli hp baru yang proper, akhirnya kami memutuskan untuk membeli hp darurat yang murah-murah saja, dengan harga 1 jutaan atau maksimal 2 juta.
Iya, saat itu memang butuh cepat supaya bisa segera memindahkan data-data dari hp lama, sebelum ia mati total. Toh kalaupun nanti beli hp lagi yang lebih manusiawi, hape darurat ini bisa dijadikan sebagai Wi-Fi portable saja.
Awalnya saya menarget 3 brand berbeda yang masing-masing punya fanboy garis keras. Lalu saya mengeliminasi salah satunya karena sangat tidak suka dengan software dan build quality produknya. Jadi pilihannya saat itu adalah antara realme, atau POCO. Sebenarnya saat itu saya lebih condong ke realme. Alasannya, selain ingin menghindari HyperOS yang kurang ramah untuk multitasking, saya juga ingin mencoba UI dari realme karena sama sekali belum pernah mencobanya.
Namun menjelang keputusan akhir, saya mendengar kabar bahwa nubia yang merupakan sub-brand dari ZTE akan merilis hp sejutaan dalam waktu dekat, yaitu nubia A36 dan nubia A56. Dengan sedikit pertimbangan, akhirnya saya membujuk istri untuk membeli nubia A56 saja. Alasannya, selain penasaran dan ingin mencoba hal baru, hape yang baru rilis ini tentu saja bisa menjadi bahan review di blog techijau.
Dan yap, inilah posting review tentang nubia A56 tersebut! Di sini, saya akan membagikan pengalaman saat menggunakan ZTE nubia A56 selama lebih dari satu bulan untuk kebutuhan harian. Termasuk soal pengalaman main beberapa game, hingga keluh kesah atau kekurangan dari smartphone murah ini.
Review ZTE nubia A56
“Jangan berharap banyak!”, itulah mindset yang saya tanamkan saat memutuskan untuk membeli smartphone ini. Dengan banderol harga cuma satu juta lebih sedikit, tentu saja tidak banyak kelebihan yang ditawarkan. Sehingga espektasi saya jelas sangat rendah sekali. Bisa beroperasi dengan normal aja udah syukur.
Saking rendahnya espektasi saya, malahan saya seolah terlalu meremehkan hape ini. Yang ternyata dalam beberapa poin, hape ini terbukti lebih oke dari yang saya perkirakan.
BTW untuk harga terbaru dari nubia A56 bisa cek di link ini ya! Baiklah, kita mulai dari unboxing terlebih dahulu untuk mengetahui kelengkapan paket penjualannya.
Paket Penjualan nubia A56 & Kesan Pertama
Paket penjualan yang ditawarkan oleh nubia A56 ini sebenarnya standar saja. Namun jika mengingat ada beberapa brand kikir yang hanya menjual hp batangan saja, kelengkapan smartphone ini jadi terasa istimewa.
Selain smartphone sebagai tokoh utamanya, di dalam dus penjualan hape ini juga terdapat softcase bening, kitab-kitab, sim ejector, dan juga kepala charger beserta kabel USB Type-C.

Panel layarnya terdapat sebuah lapisan plastik tipis yang sepertinya adalah screen protector bawaan. Iya, tipis banget, sampai-sampai mirip seperti lapisan plastik kemasan yang harus “dikletekin” atau dikupas.
Atau jangan-jangan, ini memang bagian dari pengemasan? Entahlah. Yang jelas, saya memutuskan untuk tidak melepas lapisan ini supaya layar tidak mudah tergores.
Dari segi build quality, hape ini terasa cukup solid walau sedikit terkesan “kopong”. Material yang digunakan tentu saja dominan plastik atau polikarbonat yang dibuat seperti kaca di bagian cover belakang. Tapi kalo dirasa-rasain sih tetap terasa seperti plastik ya. Mungkin penggunaan material ini yang membuatnya terasa kopong alias agak terlalu ringan untuk ukuran fisiknya.
Bagian cover belakang dengan motif glitter di hape ini sebenarnya cukup menarik ya, jadi ada kesan kelap-kelip gitu. Hanya saja desain camera island di hape ini sangat menunjukkan kesan murahan. Terlalu besar, dengan penempatan boba kamera yang “nggak banget”.

Dan walaupun disebut bahwa hape ini punya tripple camera, nyatanya, yang benar-benar berfungsi jelas ya cuma satu aja. Gimmick seperti ini sebenarnya sudah cukup lama menjangkit hape-hape murah. Bahkan hape yang lebih mahal pun masih ada yang pakai gimmick begini.
Dan ya, sejak awal penerapan gimmcik seperti ini di sekitar tahun 2017-an, saya masih menentangnya. Padahal hape dengan satu kamera di belakang itu sama sekali nggak berdosa lhoo. Malah jadi lebih estetik dan menghemat biaya produksi. Daripada memaksakan kesederhanaan yang diambil dengan sudut kamera yang pas sehingga menjadi sebuah booming.
BACA JUGA : Kamera Ganda Buat Apa?
Oke beralih ke bagian depan. Di bagian depan alias layar dari nubia A56, saya tidak banyak komplain. Khususnya dari segi tampilan, bagian ini bisa saya terima.
Lalu bagian sisi-sisinya juga tidak ada komplain. Malahan di sini kesan murahnya jadi kurang terasa. Semua terlihat presisi dengan penempatan tombol yang enak. Ketika ditekan pun tidak ada kesan aneh-aneh pada tombolnya.
Layar & UI
ZTE nubia A56 memiliki bentang layar yang terbilang besar, yaitu 6.75 inch, dengan resolusi HD+ (1600 x 720 pixel) dan refresh rate 90Hz.
Dari segi kerapatan pixel, jelas panel layar ini tidak terlalu tajam. Tapi jika dilihat sepintas, hal ini sama sekali tidak mengganggu karena kita tidak akan terlalu merasakannya.
Panel layar IPS pada hp ini juga terbilang bagus untuk harganya. Hanya saja memang tidak sebagus panel IPS di hape 2 jutaan ke atas. Mungkin yang digunakannya ini hanya “IPS level” saja. “Mungkin” ya, saya tidak begitu yakin. Walau begitu, bisa saya katakan bahwa layarnya ini oke kok. Bukan yang burik gitu. Karena tampilan warna serta viewing angle-nya juga ok. Lagi-lagi, kita tidak akan terlalu menyadari hal ini jika dilihat sepintas.

Dari segi UI, tampilan hape ini juga tidak menunjukkan kesan murah. Icon-icon dan tata letak terlihat bersih, presisi, dan mirip seperti stock android. Tidak ada kesan “kurang niat” seperti yang bisa kita temukan pada UI dari beberapa brand smartphone murah.
Dari segi fitur, hape ini tergolong standar saja. Ada fitur untuk membatasi auto-start dan aktivitas background aplikasi, double tap to wake, duplikat aplikasi, hingga fitur extended RAM (RAM virtual tambahan).
Sayangnya ia tidak menyertakan fitur double tap untuk mematikan layar juga. Walaupun kita bisa mematikan layar via option screen lock di quick panel, tapi tetap akan lebih praktis jika ada fitur double tap to sleep. Untuk duplikat aplikasi sendiri juga terbatas untuk beberapa aplikasi saja. Sedangkan untuk extended RAM, sejauh ini saya belum merasakan manfaat nyata dari fitur tersebut. Bukan cuma di hape ini ya, tapi di hape lain juga sama saja.
Lalu kalau ditanya apakah ada iklannya? Jawabannya adalah: ADA! Tapi levelnya masih bisa diterima. Dalam arti, tidak terlalu mengganggu dan agresif seperti yang bisa kita temukan di beberapa brand sebelah.
Iklan cuma akan muncul di bagian bawah atau atas layar, dan tidak sampai full menutupi layar. Itupun hanya ditemukan di beberapa aplikasi bawaan saja. Ia juga tidak menampilkan iklan di panel notifikasi. Dan tidak pula otomatis mendownload aplikasi sembarangan yang tidak kita inginkan.

Ngomong-ngomong soal aplikasi, bloatware di nubia A56 terbilang cukup banyak ya. Untungnya, hampir semuanya bisa kita hapus atau nonaktifkan. Dan sejauh ini, bloatware yang sudah saya hapus dan nonaktifkan itu tidak tiba-tiba muncul kembali, seperti yang bisa kita alami pada UI beberapa brand lain.
Jadi untuk urusan software, hape ini tidak bikin kapok.

Performa & Uji Gaming
Salah satu hal yang membuat saya menaruh espektasi rendah hingga cenderung meremehkan nubia A56 adalah karena spesifikasi penunjang performanya. Ia mengandalkan chipset UNISOC T7200 (12nm) dengan konfigurasi CPU Octa-core (2×1.6 GHz Cortex-A75 & 6×1.6 GHz Cortex-A55).
CPU tersebut dipadukan dengan GPU Mali-G57 MP1, RAM 4GB, dan penyimpanan 128GB. Terdapat dedicated slot microSD yang bisa dipakai bersamaan dengan dua buah nano SIM.

Jujur saja, ini pertama kalinya saya mencicipi SoC dari UNISOC. Sehingga saya benar-benar tidak berharap banyak pada performanya. Apalagi, nubia A56 ini masuk kategori smartphone entry level, yang memang sudah sepantasnya memiliki performa apa adanya. Kita mulai dari skenario penggunaan sehari-hari terlebih dulu.
Untuk sekadar membuka socmed seperti Facebook, dan Instagram, saya tidak menemukan kendala sama sekali. Scroll-scroll layar dan proses membuka aplikasi juga terbilang responsif. Bahkan dengan RAM cuma 4GB di tahun 2025, hape ini masih sanggup untuk diajak multitasking ringan.
Ya walaupun tidak seenak ROG UI yang dipakai ROG Phone series, setidaknya UI MyOS di nubia A56 ini masih bisa dipakai untuk multitasking tipis-tipis walau kadang masih harus loading ulang kalau aplikasinya agak besar. Tidak seperti beberapa UI brand sebelah yang nyaris sama sekali tidak bisa diajak berpindah-pindah aplikasi tanpa loading ulang.
BTW, saya menjadikan ROG UI sebagai patokan karena saya sangat menyukai kemampuan multitasking di UI tersebut. Yang seolah benar-benar memanfaatkan kapasitas RAM yang ada, dan tidak agresif mematikan aplikasi di background demi mengosongkan RAM. Lagian, ngapain sih ngosongin RAM terus-terusan? Mubazir dong jadinya?!

Satu-satunya kendala yang menurut saya paling mengganggu adalah soal keyboard. Jadi dalam beberapa waktu, terkadang keyboard virtual di nubia A56 tidak mau muncul. Entah itu saat membuka WhatsApp, ataupun Instagram.
Kadang juga keyboard sempat muncul sesaat, lalu tenggelam begitu saja dan tak muncul lagi seperti dugaan kasus korupsi yang melibatkan lingkaran istana MarieJoa yang isinya tenryuubito semua.
Saya memperkirakan kalau ini hanyalah bug alias masalah dari sisi software, dan bukan benar-benar karena performanya jelek. Buktinya, ketika saya coba download aplikasi GBoard dan mengganti keyboard bawaan di hape ini, kendala tersebut jadi sangat jarang terjadi lagi. Meskipun sesekali masih kejadian lagi sih. Tapi jauh lebih jarang dan kalaupun terjadi, keyboard masih bisa dimunculkan kembali setelah bersabar beberapa saat.
Semoga tim nubia membaca tulisan dan keluh kesah ini, sehingga mereka bisa menghadirkan update software untuk perbaikan.
Oke, kita lanjut. Bagaimana kalau dipakai untuk bermain game? Apakah bisa? Jawabannya adalah : tergantung.
Kalau untuk game-game casual yang ringan, hape ini masih sangat sanggup. Bahkan untuk bermain Mobile Legends, ternyata performanya ngangkat banget alias bisa berjalan dengan sangat lancar dengan frame rate tinggi dan nyaris tanpa hambatan. Jujur saja, sebenarnya ini sedikit di luar espektasi saya.

Hanya saja ada hal yang perlu diperhatikan, yaitu ketiadaan sensor gyroscope dan juga kemampuan multitouch yang kurang baik.
Memang sih, respon sentuhnya itu cepat. Hanya saja, ketika kita menyentuhkan lebih dari satu jari secara bersamaan, terkadang input jari yang lainnya itu tidak terbaca.
Ini akan menyulitkan jika digunakan untuk bermain game kompetitif yang butuh kontrol super presisi seperti PUBG mobile ataupun Real Racing 3 (dalam mode steering wheel yang disentuh / geser). Kalau dari segi frame rate sih, masih playable ya. Hanya kontrolnya saja yang tidak memadai.

Jadi, kalau kamu hanya beniat untuk bermain MLBB ataupun game santai lain sebagai media hiburan, maka nubia A56 ini masih cukup oke.
Dari segi temperatur, saya merasa hape ini tergolong sangat adem ya walau dipakai main game berjam-jam. Dan mungkin ini juga yang membuat performanya terasa sangat stabil. Tidak heran jika dalam simulasi stress test, hape ini menyentuh angka kestabilan lebih dari 98%.

Kamera
Seperti yang saya sebutkan tadi, kamera yang benar-benar jelas fungsinya adalah hanya satu yaitu kamera utamanya saja. Ia menggunakan sensor dengan resolusi 13 megapixel, dengan embel-embel “Matrix AI Camera” yang awalnya saya kira hanya gimmick asbun saja. Tapi ternyata, fitur AI di sini benar-benar berpengaruh terhadap hasil akhir foto yang ditangkap.
BACA JUGA : Megapixel Besar Buat Apa?
Sebelumnya perlu saya mention bahwa sebenarnya fitur kamera yang dibawa oleh nubia A56 ini cukup lengkap dan menarik. Hanya saja, kita tidak bisa berharap banyak. Mengingat harganya yang sangat murah, tentu potensi yang bisa digali tidaklah banyak.

Sebagai contoh, hape ini menyematkan fitur Pro alias mode manual yang membebaskan kita untuk mengatur ISO, shutter speed, white balance, hingga fokus secara manual. Bahkan ada menu Peaking focus juga, yang memudahkan dalam memperkirakan titik fokus ketika menggunakan mode fokus manual.
Ditambah lagi, range untuk settingan ISO dan shutter speed-nya juga tidak pelit. Sehingga, para pecinta fotografi bisa lebih leluasa untuk memaksimalkan kreatifitas dalam mengambil foto. Iya, seharusnya sih begitu. Cuman karena hardware kameranya masuk kategori apa adanya, jadinya yaa dukungan semua fitur itu seolah tak banyak membantu.

Ditambah lagi, memotret dengan AI Cam alias mode auto di nubia A56 ternyata bisa menghasilkan hasil yang lebih bagus daripada mode manual.
Saya tidak bicara soal kecerahan alias exposure, tapi mode AI Cam ini benar-benar lebih bagus dari semua sisi. Mulai dari dynamic range yang lebih baik, saturasi yang lebih tinggi, noise yang lebih sedikit, hingga ketajaman gambar pun lebih baik. Seperti yang bisa kamu lihat pada perbandingan hasilnya di bawah ini.

Secara keseluruhan, hasil foto nubia A56 bisa dibilang sangat lumayan untuk standar hape murah satu jutaan. Hanya saja, hasilnya kurang konsisten dan sangat bergantung pada kondisi pencahayaan.
Kalau kondisi pencahayaan bagus, ya hasilnya lumayan oke. Tapi kalau pencahayaan kurang ideal, baru deh keliatan kalau fotonya diambil pakai hape murah.
Satu kekurangan yang paling terlihat dari hasil fotonya adalah soal clarity alias ketajamannya. Lagi-lagi, kita harus maklum karena biar bagaimanapun, hape ini adalah hape murah. Dan tentu hardware kameranya juga sangat kurang mumpuni.

Untuk perekaman video, saya cuma bisa bilang “jangan berharap lebih”. Dan ketika mengambil video di area indoor atau area yang kurang pencahayaan, biasanya kamera akan kesulitan untuk mencari fokus.
Fitur Lainnya
Fitur lain yang saya rasa perlu untuk disebutkan adalah soal kehadiran fitur VoLTE. Buat yang belum tau, fitur ini berguna untuk melakukan atau menerima panggilan telepon, langsung di jaringan 4G, seperti yang sudah pernah saya jelaskan pada posting tentang keunggulan fitur VoLTE.
Selain itu, ada juga fingerprint sensor alias sensor sidik jari yang terletak menyatu di tombol power. Kecepatan membaca sensor ini terasa gesit, dan penempatan tombol powernya pun terasa nyaman.

Lalu untuk daya tahan baterai, nubia A56 mampu bertahan seharian penuh jika dalam skenario penggunaan normal. Yang agak terasa kurang mungkin adalah soal kecepatan pengisian dayanya. Karena wajar saja, kepala charger miliknya hanya memiliki daya 15W. Bukan sebuah kekurangan memang jika mengingat lagi soal harganya.
Oiya, ada yang menarik di sini. Ternyata nubia A56 sudah mendukung opsi pengisian daya 80%. Jadi, kita bisa mengatur agar baterainya mentok di 80% saja ketika dicas. Tujuannya adalah untuk memperpanjang masa pakai baterai.

Kesimpulan
Jujur saja hape nubia A56 ini berada di atas espektasi saya. Terutama soal kualitas layar, dan juga performa. Saya kira, hape ini akan terasa lemot dengan layar yang burik. Tapi ternyata, nubia A56 mampu memberikan pengalaman yang baik pada dua hal yang menjadi perhatian utama saya.
Bahkan, ia masih sanggup untuk dipakai bermain game-game mainstream tanpa kendala. Akan tetapi, hape murah tetaplah hape murah. Yang sudah pasti punya beberapa kekurangan.

Tapi yang membuat saya salut adalah, ternyata kekurangannya juga tidak sebanyak yang dibayangkan. Dan kalau seandainya desain kamera belakangnya dibuat lebih estetik, mungkin orang tidak akan menyadari kalau ini adalah hape sejutaan lebih sedikit.
Jadi, hape ini cocok untuk siapa? Dengan segala fitur, keunggulan, dan keluh kesahnya, hape ini sangat cocok untuk diberikan pada orang tua atau anak-anak, yang hanya butuh fitur dasar dari smartphone.
Atau, bisa juga dijadikan sebagai hape darurat seperti yang saya lakukan. Cukup bisa diandalkan kok untuk penggunaan harian. Hanya saja, saran saya segeralah download dan ganti keyboard bawaan di hape ini dengan GBoard atau keyboard lain yang sesuai dengan selera kamu. Demi menghindari bug keyboard yang menjengkelkan itu.











